top of page

Ibu Happy Siahaan, Pendeta Yang Gemar Menulis

  • getinspiredid
  • Feb 5, 2018
  • 2 min read

Ibu Pendeta Happy Siahaan, selain melayani jemaat GPIB Ebenhaezer, Gianyar, Bali, beliau juga mengajar pendidikan agama Kristen untuk murid-murid sekolah di Gianyar. “Kalau hari biasa, gereja ini ramai, seperti sekolahan. Karena murid-murid sekolah datang ke sini untuk belajar pendidikan agama Kristen. Di sekolahnya tidak ada guru yang bisa mengajar, dan kami tidak dibayar sepeser pun,” cerita Ibu Pendeta Happy Siahaan, yang bertugas membuat soal-soal ujian dan memberi nilai kepada para murid. Beliau memulai pelayanannya sebagai vikaris di GPIB Shalom Depok, lalu mutasi ke GPIB Pancaran Kasih, yang kemudian dibakar oleh FPI pada 1 November 1999. Pada saat itu, Ibu Pendeta Happy Siahaan baru saja menikah dengan suaminya, yang juga adalah seorang pendeta. “Saya baru keluar hotel, lalu bingung mencari suami saya. Ternyata dia sedang membantu ibu-ibu yang histeris,” kenang Ibu Pendeta Happy Siahaan. Atas kejadian tersebut, beliau diputuskan untuk menetap di GPIB Pancaran Kasih sampai tahun 2003, lalu dimutasi ke GPIB Immanuel Lampung.

“Saat itu, di sana teknologi masih belum canggih, listrik suka mati-mati. Maka untuk sementar, saya diberhentikan menjadi penulis oleh sinode,” cerita beliau. Setiap pelayanan memiliki tantangannya sendiri. Ketika beliau kembali dimutasi pada tahun 2013, sampailah beliau di GPIB Ebenhaezer, Gianyar, Bali, dengan kepercayaan untuk menyelesaikan renovasi pastori. Di sini, tekonologi sudah mendukung, sehingga beliau kembali diaktifkan sebagai penulis. Namun tantangannya adalah, tranportasi yang mahal dan jarak tempuh yang jauh. “Biaya transportasi mahal. Jarak menuju pos-pos gereja itu jauh, sedangkan saya cuma bisa naik sepeda dayung. Ditambah lagi, umat baik di pos Klungkung dan Karangasem semakin sedikit. Sebagian dari jemaat sana hanya penduduk sementara, sehingga ketika pensiun, mereka kembali ke kampung halaman,” jelas Ibu Pendeta Happy Siahaan. Di waktu-waktu tertentu, beliau juga menyambangi rumah-rumah jemaat sakit untuk memberi pelayanan perjamuan kudus. Untuk mengurangi biaya transportasi, Ibu Pendeta Happy Siahaan berbagi tugas dengan sang suami.

“Yang lucu itu, saat pertama kali saya memberi pelayanan perjamuan kudus di rumah orang sakit, saya menggunakan plastik kresek. Karena terbatasnya dana, dulu belum ada tempat khusus untuk membawa roti, cawan, dan sloki. ‘Kan, rasanya tidak pantas,” kata Ibu Pendeta Happy Siahaan sambil tertawa. “Akhirnya saya dan suami bergumul untuk mencari koper kecil. Untungnya, ada jemaat yang menyumbangkan koper kayu. Dibantu oleh jemaat kami yang pandai bertukang untuk membuat sekat-sekat di dalamnya.” Keadaan finansial jemaat sangat mempengaruhi perkembangan gereja. Di GPIB, program bantuan buku dituangkan dalam program kerja, lalu dibawa ke sidang majelis. Sayangnya, jarang disetujui, lantaran finansial jemaat yang tidak mencukupi. “Bagi saya, buku adalah harta. Buku-buku ini berguna sebagai penopang dan penunjang khotbah. Juga untuk mendukung kelas katekisasi.” Pendeta seharusnya memiliki anggaran khusus untuk buku, namun karena harga yang mahal dan akses yang sulit, hal ini seringkali tidak terpenuhi. Ditambah lagi, bantuan tidak selalu datang. “Karena itu, saya bersyukur dan sangat berterimakasih atas bantuan buku-buku ini,” ucap beliau pada Tim LOFA. “Ini akan masuk memori saya dan dilaporkan pada sinode, bahwa saya mendapat bingkisan kasih.”

 
 
 

Comments


LOFA adalah program donasi buku terbitan BPK Gunung Mulia yang didukung pengelolaannya oleh GetInspired.ID © 2017

Alamat: Office 8 Building 11th Floor, Suite 11-E SCBD Lot 28, Jl. Jendral Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190

HOTLINE: 8111-SO-INSPired (+628111504677)

  • Facebook - Black Circle
  • Twitter - Black Circle
  • Instagram - Black Circle
bottom of page