Mgr. Albertus Sugiyapranata
- getinspiredid
- Nov 7, 2017
- 2 min read

Soegijapranata and Georges de Jonghe d'Ardoye with President Sukarno, 1947
Mgr. Albertus Sugiyapranata dilahirkan pada 25 November 1896 di Surakarta, Jawa Tengah, dalam keluarga seorang abdi dalem non-Kristen/Katholik. Keluarganya pindah ke Yogyakarta saat Sugiya masih kecil. Pada tahun 1909 Sugiya bergabung dengan Kolese Xaverius, suatu sekolah Yesuit di Muntilan. Di sana Sugiya menjadi tertarik dengan agama Katholik, dan dibaptis pada tanggal 24 Desember 1910. Setelah lulus dari Xaverius Sugiya belajar di seminari di Muntilan sebelum belajar ke Belanda. Sugiyapranata kemudian menjadi pastor, lalu menjadi uskup agung Semarang, yang menjadikannya uskup asli Indonesia pertama. Setelah Presiden Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Semarang dipenuhi dengan kekacauan. Sugiyapranata membantu menyelesaikan Pertempuran Lima Hari dan menuntut agar pemerintah pusat mengirim seseorang dari pemerintah untuk menghadapi kerusuhan di Semarang. Selama revolusi nasional Sugiyapranata berusaha untuk meningkatkan pengakuan Indonesia di dunia luas dan meyakinkan orang Katolik untuk berjuang demi negera mereka. Ketika Jepang menguasai Indonesia, Sugiyapranata sempat ditahan oleh pemerintah Jepang, tetapi ia diperlakukan dengan baik oleh Jepang. Ia menggunakan kedudukannya sebagai Uskup untuk memastikan bahwa tahanan perang diperlakukan dengan baik oleh Jepang. Sugiyapranata sangat tegas menolak gagasan Nasakom, yang mengakomodir komunisme dalam pemerintahan RI. Dan untuk meredam meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) di kalangan petani, Sugiyapranata, bekerja sama dengan orang Katolik lainnya, mendirikan kelompok pekerja “Buruh Pancasila”. Selama Belanda menguasai Yogyakarta Sugiyapranata mengirim beberapa tulisannya di majalah Commonweal, agar masyarakat internasional mengutuk Belanda. Sugijapranata juga dengan tegas mendukung penguasaan Indonesia atas Papua barat (yang dikuasai Belanda) yang akhirnya bergabung dengan Indonesia pada tahun 1963. Sugiyapranata meninggal dunia pada tanggal 22 Juli 1963 di Belanda. Karena presiden Sukarno tidak ingin Sugiyapranata dikebumikan di Belanda, jenazah Sugiyapranata diterbangkan ke Indonesia. Ia dinyatakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada 26 Juli 1963, saat jenazahnya masih dalam perjalanan ke Indonesia! Ia dimakamkan pada tanggal 30 Juli di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang. Sejarawan Anhar Gonggong menyatakan bahwa Sugiyapranata bukan hanya seorang uskup, melainkan pemimpin Indonesia yang “teruji sebagai pemimpin yang baik dan memang layak dijadikan pahlawan nasional.” Uskup Sugiya dikenal karena pendiriannya yang pro-nasionalis, yang dikenal melalui ungkapannya, “100% Katolik, 100% Indonesia”. Universitas Katolik Soegijapranata di Semarang dinamakan untuk menghormati Sugiyapranata. Ada juga beberapa jalan yang diberi nama Soegijapranata, antara lain di Semarang, Malang, dan Medan. Pada Juni 2012 sutradara Garin Nugroho mengeluarkan film biopik tentang Sugiyapranata, yang diberi judul Soegija, dibintangi Nirwan Dewanto sebagai Sugiyapranata. Film ini, yang menelan dana Rp 12 miliar, ditonton lebih dari 100.000 orang pada hari pertama tayang. Beberapa buku ditulis seputar Sugiyapranata, baik fiksi maupun non-fiksi, yang ditulis baik oleh orang Katholik maupun non-Katholik. Sumber: rubrikkristen.com
Comments